Sistem saraf buatan: Bisakah robot akhirnya merasakan?

KREDIT GAMBAR:
Gambar kredit
iStock

Sistem saraf buatan: Bisakah robot akhirnya merasakan?

Sistem saraf buatan: Bisakah robot akhirnya merasakan?

Teks subjudul
Sistem saraf buatan pada akhirnya mungkin memberikan indra peraba pada anggota tubuh palsu dan robotik.
    • Penulis:
    • nama penulis
      Pandangan ke Depan Quantumrun
    • November 24, 2023

    Ringkasan wawasan

    Sistem saraf buatan, yang mengambil inspirasi dari biologi manusia, mengubah interaksi antara robot dan dunia sensorik. Dimulai dengan penelitian penting pada tahun 2018 di mana sirkuit saraf sensorik dapat membedakan Braille, hingga penemuan kulit buatan yang melampaui umpan balik sentuhan manusia oleh Universitas Singapura pada tahun 2019, sistem ini mengalami kemajuan pesat. Penelitian Korea Selatan pada tahun 2021 lebih lanjut menunjukkan sistem responsif cahaya yang mengontrol pergerakan robot. Teknologi-teknologi ini menjanjikan peningkatan indra prostetik, robot mirip manusia, peningkatan rehabilitasi untuk gangguan neurologis, pelatihan robotik taktil, dan bahkan peningkatan refleks manusia, yang berpotensi merevolusi bidang medis, militer, dan eksplorasi ruang angkasa.

    Konteks sistem saraf buatan

    Salah satu studi pertama tentang sistem saraf buatan dilakukan pada tahun 2018, ketika para peneliti dari Universitas Stanford dan Universitas Nasional Seoul mampu menciptakan sistem saraf yang dapat mengenali alfabet Braille. Prestasi ini dimungkinkan oleh sirkuit saraf sensorik yang dapat ditempatkan pada penutup seperti kulit untuk perangkat prostetik dan robotika lunak. Sirkuit ini memiliki tiga komponen, yang pertama adalah sensor sentuh yang dapat mendeteksi titik-titik tekanan kecil. Komponen kedua adalah neuron elektronik fleksibel yang menerima sinyal dari sensor sentuh. Kombinasi komponen pertama dan kedua menyebabkan aktivasi transistor sinaptik buatan yang meniru sinapsis manusia (sinyal saraf antara dua neuron yang menyampaikan informasi). Para peneliti menguji sirkuit saraf mereka dengan menghubungkannya ke kaki kecoa dan menerapkan tingkat tekanan berbeda ke sensor. Kakinya bergerak-gerak sesuai dengan besarnya tekanan yang diberikan.

    Salah satu keuntungan utama sistem saraf buatan adalah dapat meniru cara manusia merespons rangsangan eksternal. Kemampuan ini adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh komputer tradisional. Misalnya, komputer tradisional tidak dapat bereaksi cukup cepat terhadap perubahan lingkungan – sesuatu yang penting untuk tugas-tugas seperti pengendalian kaki palsu dan robotika. Namun sistem saraf buatan dapat melakukan hal ini dengan menggunakan teknik yang disebut “spiking.” Spiking adalah cara mengirimkan informasi yang didasarkan pada bagaimana neuron sebenarnya berkomunikasi satu sama lain di otak. Hal ini memungkinkan transmisi data lebih cepat dibandingkan metode tradisional seperti sinyal digital. Keunggulan ini membuat sistem saraf buatan sangat cocok untuk tugas-tugas yang memerlukan reaksi cepat, seperti manipulasi robot. Mereka juga dapat digunakan untuk pekerjaan yang membutuhkan pengalaman belajar, seperti pengenalan wajah atau menavigasi lingkungan yang kompleks.

    Dampak yang mengganggu

    Pada tahun 2019, Universitas Singapura mampu mengembangkan salah satu sistem saraf buatan tercanggih, yang dapat memberikan indera peraba pada robot yang bahkan lebih baik daripada kulit manusia. Disebut Asynchronous Coded Electronic Skin (ACES), perangkat ini memproses piksel sensor individual untuk mengirimkan “data perasaan” dengan cepat. Model kulit buatan sebelumnya memproses piksel ini secara berurutan, sehingga menimbulkan kelambatan. Menurut percobaan yang dilakukan oleh tim, ACES bahkan lebih baik daripada kulit manusia dalam hal umpan balik sentuhan. Perangkat tersebut dapat mendeteksi tekanan 1,000 kali lebih cepat dibandingkan sistem saraf sensorik manusia.

    Sementara itu, pada tahun 2021, peneliti dari tiga universitas di Korea Selatan mengembangkan sistem saraf buatan yang dapat merespons cahaya dan melakukan tugas-tugas dasar. Penelitian ini terdiri dari fotodioda yang mengubah cahaya menjadi sinyal listrik, tangan robot, sirkuit neuron, dan transistor yang berfungsi sebagai sinapsis. Setiap kali lampu dinyalakan, fotodioda menerjemahkannya menjadi sinyal, yang berjalan melalui transistor mekanis. Sinyal tersebut kemudian diproses oleh sirkuit neuron, yang memerintahkan tangan robot untuk menangkap bola yang diprogram untuk dijatuhkan segera setelah lampu menyala. Para peneliti berharap dapat mengembangkan teknologinya sehingga tangan robot tersebut pada akhirnya dapat menangkap bola segera setelah bola dijatuhkan. Tujuan utama di balik penelitian ini adalah untuk melatih orang-orang dengan kondisi neurologis agar mendapatkan kembali kendali atas anggota tubuh mereka yang tidak dapat mereka kendalikan secepat biasanya. 

    Implikasi dari sistem saraf buatan

    Implikasi yang lebih luas dari sistem saraf buatan dapat mencakup: 

    • Penciptaan robot humanoid dengan kulit mirip manusia yang dapat merespon rangsangan secepat manusia.
    • Pasien stroke dan orang-orang dengan kondisi terkait kelumpuhan dapat memperoleh kembali indra peraba mereka melalui sirkuit sensorik yang tertanam dalam sistem saraf mereka.
    • Pelatihan robot menjadi lebih bersifat taktil, dengan operator jarak jauh dapat merasakan apa yang disentuh robot. Fitur ini berguna untuk eksplorasi ruang angkasa.
    • Kemajuan dalam pengenalan sentuhan di mana mesin dapat mengidentifikasi objek dengan melihat dan menyentuhnya secara bersamaan.
    • Manusia memiliki sistem saraf yang diperbesar atau ditingkatkan dengan refleks yang lebih cepat. Perkembangan ini dapat bermanfaat bagi atlet dan tentara.

    Pertanyaan untuk dikomentari

    • Apakah Anda tertarik untuk memiliki sistem saraf yang ditingkatkan?
    • Apa saja potensi manfaat lain yang bisa dirasakan robot?

    Referensi wawasan

    Tautan populer dan institusional berikut dirujuk untuk wawasan ini: